BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memasuki era globalisasi seperti pada saat sekarang ini manusia merupakan sumber daya yang paling penting dan kondisinya dianggap kritis oleh negara Indonesia diantara sumber daya lainnya, sumber daya ini belum begitu memiliki pendekatan yang sistematis terhadap perencanaan, peramalan, dan program-program yang diambil dan didesain untuk
menyediakan orang – orang yang terlatih untuk memenuhi kebutuhan pada tingkatan nasional begitu juga pada tingkatan perusahaan.Memasuki era globalisasi seperti pada saat sekarang ini manusia merupakan sumber daya yang paling penting dan kondisinya dianggap kritis oleh negara Indonesia diantara sumber daya lainnya, sumber daya ini belum begitu memiliki pendekatan yang sistematis terhadap perencanaan, peramalan, dan program-program yang diambil dan didesain untuk
Menurut Hadipranata (1996) secara komparatif kondisi sumber daya manusia Indonesia dibandingkan dengan sumber daya manusia manca negara memang masih tergolong rendah, peringkat ke 98, sementara itu peringkat sumber daya manusia Philipina 84, Thailand 66, Malaysia 52, Brunei 42, Singapura 37, Hongkong 25, Australia 9, belanda 8 dan Jepang 1, peringkat ini diperoleh berdasarkan perhitungan model Indeks Pengembangan Manusia ( IPM ) United Nations Development Programme (UNDP).
Tahun 1994 Indeks Pengembangan Manusia ( IPM ) Indonesia relatif naik, dari 0,499 menjdi 0,586 namun peringkatnya turun dari 98 ke 105, (UNDP, 1994). Suatu perusahaan yang berkembang dan semakin luas aktivitas usahanya, mengharuskan manajemen agar dapat memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal. Suatu perusahaan perlu melakukan upaya penyehatan dan penyempurnaan meliputi peningkatan produktivitas, efisiensi, serta efektivitas pencapaian tujuan perusahaan supaya dapat bertahan dan berkembang. Sukardi (1990) mengemukakan suatu fenomena bahwa perusahaan sering memandang sumber daya manusia sebagai aset utama yang memerlukan pengembangan sedemikian rupa melalui penggajian, pendidikan dan pelatihan dengan tujuan peningkatan mutu yang akhirnya menunjang produktivitas perusahaan. Perusahaan yang berpandangan seperti ini tentunya akan berusaha memperhatikan keinginan karyawannya dengan mengarahkan, menggerakkan serta mengembangkan potensi yang ada didalam diri karyawan. Ishikawa (dalam Hadipranata, 1996 ) menandaskan bahwa mutu produktivitas kerja sumber daya manusia banyak ditentukan oleh mutu pendidikan dan pelatihan beserta pengembangannya, supaya terbinalah profisiensi keahlian kerja dan kinerja yang
professional, untuk itu perlu dikembangkan hal – hal seperti : kesukarelaan, pengembangan diri pribadi, pengembangan kerjasama saling menguntungkan, serta partisipasi seutuhnya.
Kebijaksanaan dalam penggunaan sumber daya manusia merupakan masalah yang tiada henti dalam suatu organisasi atau perusahaan. Contoh kasus tentang permasalahan sumber daya manusia yang juga merupakan permasalahan teratas dari manajemen adalah ( Cascio, 1998 ); menemukan bakat khusus yang dibutuhkan untuk program tertentu dalam perluasan usaha, menemukan kebijakan yang tidak akan kompromi terhadap hak tingkat senioritas para pekerja yang pantas dan dapat difungsikan, meningkatkan produktivitas, khususnya dalam manajerial dan pekerja teknis, serta mengatur kesempatan jenjang karier untuk menarik motivasi dan menahan sekelompok orang yang berbakat untuk waktu periode yang lebih lama lagi.
Perusahaan memiliki beberapa pekerjaan, pekerjaan tidak ditentukan lalu selesai dengan sendirinya, individulah yang melaksanakan pekerjaan yang telah ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan, namun individu hanya memiliki satu karier yang sesuai dengan pekerjaannya. Karier merupakan suatu keberhasilan dan penghargaan bagi setiap individu (Cascio, 1998 ). Karier berkembang dan merespon interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan bisnis membutuhkan perubahan – perubahan dan inovasi yang kreatif. Setelah melakukan pengujian terhadap kebutuhan dan kemampuan karyawan ke depan, maka perusahaan akan memperhatikan posisi yang membantu karyawan untuk mengembangkan karier. Setiap individu akan merencanakan perkembangan kariernya untuk membantu memaksimalkan kinerjanya sehingga perusahaan memberikan reward yang pantas atas keterampilan dan bakat yang dimilikinya.
Menurut Glueck (1982) pengembangan karir pada dasarnya merupakan suatu proses secara terus – menerus, terbuka dan dikembangkan oleh organisasi agar karyawan dapat terus belajar melalui serangkaian karir maupun pekerjaan yang pernah atau akan dipegangnya.
Ketika nilai – nilai individu dan tujuan karir berhubungan dengan tujuan dan kebutuhan perusahaan, maka akan terjadi integrasi yang sangat efektif. Dengan kondisi yang ideal ini, individu termotivasi untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya sebagai bentuk tanggung jawab baru terhadap perusahaan, begitu juga sebaliknya perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk pengembangan karirnya, tetapi ketika karyawan sudah mulai merasakan dan berpersepsi bahwa tidak adanya pengembangan karir maka kontrak psikologis tidak akan tercipta atau terpenuhi, sehingga efektivitas dalam pencapaian tujuan yang diinginkan perusahaan tidak akan tercapai, hal ini sangat rentan dialami oleh karyawan RS X, dan tahapan – tahapan karirnya sudah ditentukan sesuai dengan struktur organisasi yang ada, namun masih adanya karyawan yang merasakan bahwa setelah dalam beberapa kurun waktu sesuai dengan aturan dan tahapan – tahapan karir yang telah ditentukan, karirnya tidak berkembang, jika karyawan sudah merasakan kurangnya program pengembangan dan pelatihan yang diberikan perusahaan, maka potensi yang dimilikinya pun tidak akan berkembang, dan timbul persepsi hubungan timbal balik yang tidak saling menguntungkan antar karyawan dan perusahaan, sehingga keefektivitasan dalam pencapai tujuan RS X pun tidak akan tercapai.
Menurut White (dalam Rifani,2003) terpenuhinya kontrak psikologis tergantung dari tingkat harapan dan persepsi karyawan bahwa perusahaan akan menyediakan apa yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan dan sesuai dengan harapannya dan juga asumsi adanya kesamaan persepsi mengenai pertukaran; seperti pertukaran uang dengan waktu kerja, pertukaran kebutuhan sosial atau rasa aman dengan kerja keras dan loyalitas, pertukaran kesempatan untuk aktualisasi diri dengan usaha yang kreatif untuk mencapai tujuan perusahaan atau kombinasi lainnya. Dinamika kontrak psikologis menggambarkan hubungan karyawan dengan perusahaan baik pertukaran yang sifatnya transaksional atau pertukaran ekonomi sampai yang sifatnya relasional atau pertukaran sosial yang melibatkan aspek sosio emosional. Diperhatikannya karyawan dan diberikannya kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan karirnya, maka karyawan akan merasakan bahwa pengembangan potensi dan karir dirinya diperhatikan, sehingga timbul persepsi atau perasaan bahwa adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara karyawan dan perusahaan, dalam arti kontrak psikologisnya terpenuhi, demikian juga sebaliknya apabila sudah ada rasa bahwa tidak adanya pengembangan karir yang diberikan oleh perusahaan maka kontrak psikologisnya tidak akan terpenuhi. Suatu pelanggaran kontrak akan mengikis kepercayaan. Semua ini akan berimbas pada rusaknya hubungan kerja, karyawan akan memberikan kontribusi yang rendah pula. Oleh karena itu penting bagi para pimpinan perusahaan untuk memahami bagaimana menghindari pelanggaran kontrak psikologis dan bagaimana memodifikasi tanpa mengikis kepercayaan karyawan.
Disamping faktor karyawan yang merasakan kurangnya pengembangan karir yang diberikan perusahaan, hal lain yang juga sering menjadi permasalahan sehingga kontrak psikologisnya tidak terpenuhi adalah tidak adanya motivasi berprestasi dalam diri karyawan, apabila karyawan mempunyai motivasi berprestasi, maka karyawan akan mempunyai mempunyai persepsi terciptanya suatu hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antar karyawan dan perusahaan, sehingga muncul kepercayaan karyawan terhadap perusahaan, dalam arti terpenuhinya kontrak psikologis. Menurut McClelland (dalam Robbins, 1998) motivasi berprestasi merupakan suatu kebutuhan untuk memberikan prestasi yang mengungguli standar. Motivasi berprestasi yang tinggi akan membuat seseorang mengerjakan sesuatu secara optimal karena mengharapkan hasil yang lebih baik dari standar yang ada. Orang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi cirinya merasa selalu kekurangan waktu karena pekerjaan merupakan kegemarannya, selalu mencari kesempatan, berani mengambil resiko (yang wajar) serta menantang atau realistis yang mungkin bisa dicapai, bertanggung jawab terhadap kegagalan sehingga tidak mencari kambing hitam (melempar tanggung jawab), dan selalu mengadakan penelitian dan pengembangan sehingga menghasilkan produk–produk unggulan.
Dari latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan, maka diperlukan kerjasama yang baik dan hubungan timbal balik antara karyawan dengan perusahaan, karyawan memberikan segala daya upaya dan kerja kerasnya kepada perusahaan, dilain pihak perusahaan juga memberikan yang sesuai atas loyalitas yang diberikan karyawan kepada perusahaan, sehingga pada akhirnya akan menciptakan satu perusahaan yang dapat berkompetisi dengan perusahaan perusahaan lainnya, dan sumber daya manusianya pun tangguh serta menghasilkan output yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Perubahan yang terjadi dibidang pelayanan kesehatan dalam era desentralisasi saat ini, seperti peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, menuntut setiap organisasi kesehatan memiliki kemampuan adaptasi yang cepat sehingga dapat menjawab tuntutan kebutuhan publik. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya, tidak terlepas dari peran karyawannya, karena karyawan bukan semata sebagai obyek dalam pencapaian tujuan organisasi tetapi juga menjadi subyek atau pelaku. Mereka dapat menjadi perencana, pelaksana dan pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan organisasi, serta mempunyai pikiran, perasaan dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikapnya terhadap pekerjaannya. Dalam interaksi tersebut, karyawan memberikan kontribusi kepada organisasi berupa kemampuan, keahlian dan keterampilan yang dimiliki, sedangkan organisasi diharapkan memberikan imbalan, penghargaan kepada karyawannya secara adil sehingga dapat memberikan kepuasan. Sikap ini selanjutnya dapat mempengaruhi prestasi kerja, dedikasi dan kecintaan terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Peran penting karyawan dalam pencapaian tujuan organisasi ini juga ditegaskan oleh Gibson, et al.(1997), bahwa keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh keberhasilan karyawan dan kelompok karyawan. Pendapat ini mempunyai konsekuensi adanya suatu tuntutan kepada organisasi untuk lebih memperhatikan aspek-aspek kritis yang merupakan faktor penentu keberhasilan kinerja karyawan, sehingga karyawan dapat melaksanakan semua tanggung jawabnya dan memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Pengembangan Karir Terhadap Kontrak Psikologis Pegawai Dinas Kesehatan DIY”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penulis dapat merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah pengembangan karir mempengaruhi kontrak psikologis pada pegawai Dinas Kesehatan DIY?
2. Seberapa besar pengaruh pengembangan karir terhadap kontrak psikologis pada pegawai Dinas Kesehatan DIY?
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penulis dapat merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah pengembangan karir mempengaruhi kontrak psikologis pada pegawai Dinas Kesehatan DIY?
2. Seberapa besar pengaruh pengembangan karir terhadap kontrak psikologis pada pegawai Dinas Kesehatan DIY?
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini, penulis membatasi masalah pada hal sebagai berikut:
1 Variabel yang diteliti hanya pada pengembangan karir dan kontrak psikologis.
2 Pegawai yang diteliti adalah pegawai Dinas Kesehatan DIY khususnya bagian pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat.
Dalam penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini, penulis membatasi masalah pada hal sebagai berikut:
1 Variabel yang diteliti hanya pada pengembangan karir dan kontrak psikologis.
2 Pegawai yang diteliti adalah pegawai Dinas Kesehatan DIY khususnya bagian pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat.
D. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui pengaruh pengembangan karir terhadap kontrak psikologis pada pegawai Dinas Kesehatan DIY.
2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh pengembangan karir terhadap kontrak psikologis pada pegawai Dinas Kesehatan DIY.
Adapun penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui pengaruh pengembangan karir terhadap kontrak psikologis pada pegawai Dinas Kesehatan DIY.
2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh pengembangan karir terhadap kontrak psikologis pada pegawai Dinas Kesehatan DIY.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai kontribusi pengembangan karir terhadap kontrak psikologis pada pegawai Dinas Kesehatan DIY.
2. Bagi Dinas Kesehatan DIY
a. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan berupa saran dalam hal memperkuat kontrak psikologis pegawai.
b. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan program kerja dalam meningkatkan kontrak psikologis pegawai.
3. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi “IEU” Yogyakarta
a. Dapat memperluas pengetahuan mahasiswa lain
b. Dapat menambah perbendaharaan perpustakaan dan penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai kontribusi pengembangan karir terhadap kontrak psikologis pada pegawai Dinas Kesehatan DIY.
2. Bagi Dinas Kesehatan DIY
a. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan berupa saran dalam hal memperkuat kontrak psikologis pegawai.
b. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan program kerja dalam meningkatkan kontrak psikologis pegawai.
3. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi “IEU” Yogyakarta
a. Dapat memperluas pengetahuan mahasiswa lain
b. Dapat menambah perbendaharaan perpustakaan dan penelitian
F. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disusun dalam sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Penulisan penelitian ini disusun dalam sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini memuat berbagai landasan teori mengenai manajemen sumber daya manusia, , uraian mengenai kontrak psikologis, terbentuknya kontrak psikologis, faktor-faktor kontrak psikologis, faktor-faktor yang mempengaruhi kontrak psikologis, uraian mengenai karir, kehidupan dan tahapan-tahapan karir, pengembangan karir, faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan karir, penanggung jawab pengembangan karir dalam organisasi, hubungan antara kontrak psikologis dengan pengembangan karir dan hipotesis.
Bab ini memuat berbagai landasan teori sumber daya manusia, karir dan kontrak psikologis.
BAB III : GAMBARAN UMUM DAN METODE PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan tentang gambaran umum yang berisi sejarah, struktur organisasi, program kerja, sarana prasarana, serta sistem pengelolaan organisasi dan metode penelitian.
BAB IV : ANALISIS DATA
Bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan komprehensif tentang karakteristik responden, analisis data penelitian, dan pengujian hipotesis.
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat simpulan analisis data hasil penelitian, dan saran-saran berdasarkan hasil penelitian dan pertimbangan peneliti.
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini memuat berbagai landasan teori mengenai manajemen sumber daya manusia, , uraian mengenai kontrak psikologis, terbentuknya kontrak psikologis, faktor-faktor kontrak psikologis, faktor-faktor yang mempengaruhi kontrak psikologis, uraian mengenai karir, kehidupan dan tahapan-tahapan karir, pengembangan karir, faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan karir, penanggung jawab pengembangan karir dalam organisasi, hubungan antara kontrak psikologis dengan pengembangan karir dan hipotesis.
Bab ini memuat berbagai landasan teori sumber daya manusia, karir dan kontrak psikologis.
BAB III : GAMBARAN UMUM DAN METODE PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan tentang gambaran umum yang berisi sejarah, struktur organisasi, program kerja, sarana prasarana, serta sistem pengelolaan organisasi dan metode penelitian.
BAB IV : ANALISIS DATA
Bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan komprehensif tentang karakteristik responden, analisis data penelitian, dan pengujian hipotesis.
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat simpulan analisis data hasil penelitian, dan saran-saran berdasarkan hasil penelitian dan pertimbangan peneliti.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat (Hasibuan, 2002). Menurut Handoko (1998), manajemen personalia atau manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi. Menurut Simamora (1997), manajemen sumber daya manusia diartikan sebagai pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan terhadap individu anggota organisasi atau kelompok pekerja.
Di setiap perusahaan, fungsi dari manajemen personalia memegang peranan penting dimana manajemen personalia harus memberikan pelayanan terhadap kebutuhan tenaga kerja, pengadaan, dan pengembangan serta pemeliharaan terhadap pegawai.
Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia terdiri dari: (Hasibuan, 2002)
1. Perencanaan
Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian pegawai. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua pegawai dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudkan tujuan secara efektif.
3. Pengarahan
Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua pegawai, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, pegawai dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
4. Pengendalian
Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua pegawai, agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian pegawai meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
5. Pengadaan
Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
6. Pengembangan
Pengembangan (development) adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral pegawai melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
7. Kompensasi
Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada pegawai sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat (Hasibuan, 2002). Menurut Handoko (1998), manajemen personalia atau manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi. Menurut Simamora (1997), manajemen sumber daya manusia diartikan sebagai pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan terhadap individu anggota organisasi atau kelompok pekerja.
Di setiap perusahaan, fungsi dari manajemen personalia memegang peranan penting dimana manajemen personalia harus memberikan pelayanan terhadap kebutuhan tenaga kerja, pengadaan, dan pengembangan serta pemeliharaan terhadap pegawai.
Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia terdiri dari: (Hasibuan, 2002)
1. Perencanaan
Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian pegawai. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua pegawai dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudkan tujuan secara efektif.
3. Pengarahan
Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua pegawai, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, pegawai dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
4. Pengendalian
Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua pegawai, agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian pegawai meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
5. Pengadaan
Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
6. Pengembangan
Pengembangan (development) adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral pegawai melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
7. Kompensasi
Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada pegawai sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
8. Pengintegrasian
Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan pegawai, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, pegawai dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam MSDM, karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang.
9. Pemeliharaan
Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas pegawai, agar mereka tetap mau bekerja sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan pegawai serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi.
10. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.
11. Pemberhentian
Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan kerja seorang dari satu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan pegawai, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab lainnya.
B. Kontrak Psikologis
1. Pengertian Kontrak psikologis
Kontrak pekerjaan dapat dipandang dari sudut psikologi, politik, ekonomi, organisasi, sosiologi dan berbagai hal legal lainnya yang menyediakan gambaran yang lengkap tentang kontrak, akan tetapi sukar untuk mendefinisikan secara teratur atau tepat batasan dari berbagai macam konsep kontrak secara lebih lengkapnya.
Pengertian kontrak psikologis telah banyak dikemukakan oleh para ahli, pendapat para ahli yang satu dengan yang lain berbeda dari tahun ke tahun konsep pengertian atau makna pertukaran atau hubungan timbal balik yang terkandung dalam kontrak psikologis juga berubah, sesuai dengan sudut pandang ahli yang merumuskannya, namun pandangan serta pendapat mereka terhadap kontrak psikologis tersebut sangat penting bagi kemajuan dan masa depan karyawan serta keberadaan perusahaan. Kontrak karyawan adalah dasar keanggotaannya di organisasi, disusun untuk memelihara hubungan dalam pekerjaan, mendirikan sesuatu yang diibaratkan sebagai pertukaran perjanjian dan kontribusi antar pekerja dan yang mempekerjakannya (Dabos & Rousseau, 2004).
Menurut Rousseau, 1989 (dalam Tetrick & Shore 1994) mengemukakan kontrak psikologis sebagai persepsi karyawan tentang perwujudan dan kewajiban yang timbal balik terhadap perusahaan dan saling menguntungkan.
Argyris (dalam Cooper & Robertson, 2000) menggambarkan kontrak psikologis sebagai persetujuan yang tidak tertulis yang ada diantara individu dan organisasi ketika menjalankan pekerjaan. Rousseau (1995) dalam bukunya yang berjudul Psychological Contracts in Organizations, mendefinisikan kontrak psikologis sebagai kepercayaan seseorang, kondisi organisasi, yang berhubungan dengan perjanjian antara individu dengan organisasinya.
Kontrak psikologi berbeda dengan harapan, harapan menunjukkan secara sederhana apa yang diharapkan karyawan untuk mendapatkan atau menerima sesuatu dari perusahaan. Sedangkan kontrak psikologis merupakan persepsi tentang kewajiban yang saling menguntungkan yang ditandai dengan hubungan antara karyawan dengan perusahaan. Kontrak psikologis merupakan keyakinan bahwa perusahaan mampu menyediakan apa yang menjadi harapan karyawan berdasarkan pada persepsi terhadap janji pertukaran yang timbal balik (Elron, dkk, 1994).
Barnard (dalam Cooper & Roberson, 2000) berpandangan bahwa proses pertukaran antara individu dan organisasi merupakan definisi dari kontrak psikologis yang mempunyai sejarah panjang dan terus mengundang debat para ahli, ia mengilustrasikan berbagai macam perbedaan pendapat para ahli tentang definisi dan makna kontrak psikologis yang terus mengalami perubahan tersebut sebagai berikut:
a. Kotter (1973) berpendapat bahwa kontrak antara individu dan organisasi mengutamakan pada apa yang mereka berikan dan yang mereka terima dari tiap hubungan tersebut.
b. Schein (1980) berpendapat bahwa kontrak psikologis tidak tertulis, merupakan bagian dari harapan yang selalu menghubungkan antara setiap anggota organisasi dan berbagai macam manajer dan yang lainnya dalam organisasi.
c. Robinson & Rousseau (1994) mengemukakan bahwa kontrak psikologis merupakan individu mempercayai, menghormati istilah dan kondisi pertukaran timbal balik yang disetujui antara seseorang dengan kelompok atau tempat dia berkumpul.
Arnold (1996) berpendapat bahwa peraturan kontrak psikologis digunakan sedikitnya hanya untuk karyawan, bentuknya idiosyncratic, memerlukan sistematika yang berbeda (secara konsep dan secara empiris) dari peraturan hubungan yang tertutup. Penelitian ini mengacu pada pendapat Rousseau, 1989 (dalam Tetrick & Shore, 1994), yang mengemukakan bahwa kontrak psikologi sebagai persepsi karyawan tentang perwujudan dan kewajiban timbal balik terhadap perusahaan dan saling menguntungkan.
Pendapat ini dijadikan acuan atau referensi karena lebih sesuai untuk menjelaskan tentang makna dari kontrak psikologis untuk mengungkap permasalahan yang akan diteliti.
2. Terbentuknya Kontrak Psikologis
Karyawan yang masuk suatu perusahaan dengan keinginan, hasrat, skill dan keinginan lainnya, mengharap dapat menemukan lingkungan kerja yang membuat mereka dapat menggunakan kemampuan dan kepuasan akan kebutuhan dasarnya (basic need), disamping untuk aktualisasi dirinya. Karyawan yang merasa bahwa perusahaan memenuhi harapan – harapannya sesuai dengan apa yang telah diberikan terhadap perusahaan berarti kontrak psikologinya terpenuhi. Perusahaan yang mampu menyediakan kesempatan berkembang dan beraktualisasi diri sesuai harapan karyawan, akan membuat komitmen karyawan meningkat, dengan meningkatnya komitmen karyawan maka karyawan akan lebih loyal dan motivasi untuk berprestasi juga akan tinggi.
Kontrak psikologis dipahami dari sudut pandang karyawan bukan dari sudut pandang perusahaan. Karyawan yang merasa bahwa perusahaan memenuhi harapan dan keinginannya sesuai dengan apa yang telah diberikan terhadap perusahaan berarti kontrak psikologinya terpenuhi. Kontrak psikologi terpenuhi, jika perusahaan mampu menyediakan kesempatan untuk pengembangan karir melalui proses manajemen karir berupa pemberian pelatihan dan pengembangan, pengalokasian, penilaian dan evaluasi, promosi, kejelasan karir dan keamanan kerja, yang akan mengembangkan kompetensi dan keterampilan yang dimiliki karyawan, serta produktivitas perusahaan meningkat.
Kontrak psikologis menggambarkan hubungan karyawan dengan perusahaan baik pertukaran yang sifatnya transaksional atau pertukaran ekonomi sampai yang sifatnya relasional atau pertukaran sosial yang melibatkan aspek sosio – emosional, dan makna karir juga melibatkan pertukaran yang bersifat transaksional dan relasional (Baruch, 2004). Pada kontrak psikologis atau pertukaran yang bersifat relasional karyawan diberi kesempatan untuk mengembangkan karirnya (Cooper & Robertson, 2000). Semakin karyawan diberikan kesempatan dan kejelasan mengenai pengembangan karir untuk peningkatan dirinya maka akan semakin tinggi dan semakin terpenuhi kontrak psikologis.
Herriot & Pemberton ( dalam Baruch, 2004 ) menempatkan suatu model yang intinya mempunyai konsep tradisional atau makna transaksi kontrak psikologi lama yang sesuai dan dibutuhkan individu dan organisasi, diinginkan dan ditentukan. Kedinamisan model ini, berkaitan dengan sistem pendekatan, yang kejadiannya berputar. Model ini berpandangan bahwa karir organisasi secara terus – menerus, merupakan rangkaian dari negosiasi kontrak psikologis. Kontrak merupakan tanda antara karyawan dan organisasi, hal ini memberikan petunjuk untuk menanyakan apakah kontrak psikologis dapat bertahan dengan kondisi tanpa seseorang, dalam prakteknya kontrak adalah persetujuan orang–orang dengan wakil organisasi ( Manajer, departemen sumber daya manusia ). Kontrak psikologis yang tinggi akan membentuk suatu komitmen sehingga akan menghasilkan motivasi berprestasi yang tinggi pula.
3. Faktor – faktor kontrak psikologis
Kontrak psikologi berkembang sesuai lingkungan yang dinamis. Perkembangan kontrak psikologi merupakan hasil dari interaksi antara individu dengan organisasinya. Individu dibentuk oleh situasi dan situasi juga membentuk situasi. Sehingga kontrak psikologis adalah unik untuk individu. Rousseau (1995) mengemukakan beberapa faktor dalam kontrak psikologi dari proses interaksionalnya sebagai berikut:
a. Transactional : menunjukkan kerjasama yang terbatas durasinya dengan kinerja yang ditentukan secara karakteristik sehingga mudah untuk terjadinya pergantian kontrak, hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat komitmen organisasi dan lemahnya integrasi dalam organisasi sehingga menyebabkan seringnya terjadi perpindahan karyawan.
Faktor transactional ini meliputi sub faktor:
1) Rendahnya integrasi atau identifikasi.
2) Sikap membatasi kontribusi terhadap organisasi.
3) Rendahnya komitmen.
4) Membatasi kefleksibelan atau ruang gerak.
b. Relational : kerjasama lebih bersifat terbuka dengan kinerja ditentukan secara bebas, komitmen yang tinggi dan integrasi anggota organisasinya kuat. Faktor relational ini meliputi sub faktor:
1) Menjalin hubungan dengan lebih terbuka, terjalinnya kebersamaan.
2) Menimbulkan loyalitas yang tinggi.
3) Menyangkut emosi yang menimbulkan motivasi berprestasi.
4) Terciptanya keamanan kerja.
c. Hybrid atau keseimbangan, mengutamakan untuk menyatukan peraturan relational dan transactional. Faktor Hybrid atau keseimbangan ini meliputi sub faktor:
1) Kesempatan untuk pengembangan karir.
2) Persyaratan kinerja yang dinamis.
Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan pegawai, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, pegawai dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam MSDM, karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang.
9. Pemeliharaan
Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas pegawai, agar mereka tetap mau bekerja sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan pegawai serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi.
10. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.
11. Pemberhentian
Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan kerja seorang dari satu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan pegawai, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab lainnya.
B. Kontrak Psikologis
1. Pengertian Kontrak psikologis
Kontrak pekerjaan dapat dipandang dari sudut psikologi, politik, ekonomi, organisasi, sosiologi dan berbagai hal legal lainnya yang menyediakan gambaran yang lengkap tentang kontrak, akan tetapi sukar untuk mendefinisikan secara teratur atau tepat batasan dari berbagai macam konsep kontrak secara lebih lengkapnya.
Pengertian kontrak psikologis telah banyak dikemukakan oleh para ahli, pendapat para ahli yang satu dengan yang lain berbeda dari tahun ke tahun konsep pengertian atau makna pertukaran atau hubungan timbal balik yang terkandung dalam kontrak psikologis juga berubah, sesuai dengan sudut pandang ahli yang merumuskannya, namun pandangan serta pendapat mereka terhadap kontrak psikologis tersebut sangat penting bagi kemajuan dan masa depan karyawan serta keberadaan perusahaan. Kontrak karyawan adalah dasar keanggotaannya di organisasi, disusun untuk memelihara hubungan dalam pekerjaan, mendirikan sesuatu yang diibaratkan sebagai pertukaran perjanjian dan kontribusi antar pekerja dan yang mempekerjakannya (Dabos & Rousseau, 2004).
Menurut Rousseau, 1989 (dalam Tetrick & Shore 1994) mengemukakan kontrak psikologis sebagai persepsi karyawan tentang perwujudan dan kewajiban yang timbal balik terhadap perusahaan dan saling menguntungkan.
Argyris (dalam Cooper & Robertson, 2000) menggambarkan kontrak psikologis sebagai persetujuan yang tidak tertulis yang ada diantara individu dan organisasi ketika menjalankan pekerjaan. Rousseau (1995) dalam bukunya yang berjudul Psychological Contracts in Organizations, mendefinisikan kontrak psikologis sebagai kepercayaan seseorang, kondisi organisasi, yang berhubungan dengan perjanjian antara individu dengan organisasinya.
Kontrak psikologi berbeda dengan harapan, harapan menunjukkan secara sederhana apa yang diharapkan karyawan untuk mendapatkan atau menerima sesuatu dari perusahaan. Sedangkan kontrak psikologis merupakan persepsi tentang kewajiban yang saling menguntungkan yang ditandai dengan hubungan antara karyawan dengan perusahaan. Kontrak psikologis merupakan keyakinan bahwa perusahaan mampu menyediakan apa yang menjadi harapan karyawan berdasarkan pada persepsi terhadap janji pertukaran yang timbal balik (Elron, dkk, 1994).
Barnard (dalam Cooper & Roberson, 2000) berpandangan bahwa proses pertukaran antara individu dan organisasi merupakan definisi dari kontrak psikologis yang mempunyai sejarah panjang dan terus mengundang debat para ahli, ia mengilustrasikan berbagai macam perbedaan pendapat para ahli tentang definisi dan makna kontrak psikologis yang terus mengalami perubahan tersebut sebagai berikut:
a. Kotter (1973) berpendapat bahwa kontrak antara individu dan organisasi mengutamakan pada apa yang mereka berikan dan yang mereka terima dari tiap hubungan tersebut.
b. Schein (1980) berpendapat bahwa kontrak psikologis tidak tertulis, merupakan bagian dari harapan yang selalu menghubungkan antara setiap anggota organisasi dan berbagai macam manajer dan yang lainnya dalam organisasi.
c. Robinson & Rousseau (1994) mengemukakan bahwa kontrak psikologis merupakan individu mempercayai, menghormati istilah dan kondisi pertukaran timbal balik yang disetujui antara seseorang dengan kelompok atau tempat dia berkumpul.
Arnold (1996) berpendapat bahwa peraturan kontrak psikologis digunakan sedikitnya hanya untuk karyawan, bentuknya idiosyncratic, memerlukan sistematika yang berbeda (secara konsep dan secara empiris) dari peraturan hubungan yang tertutup. Penelitian ini mengacu pada pendapat Rousseau, 1989 (dalam Tetrick & Shore, 1994), yang mengemukakan bahwa kontrak psikologi sebagai persepsi karyawan tentang perwujudan dan kewajiban timbal balik terhadap perusahaan dan saling menguntungkan.
Pendapat ini dijadikan acuan atau referensi karena lebih sesuai untuk menjelaskan tentang makna dari kontrak psikologis untuk mengungkap permasalahan yang akan diteliti.
2. Terbentuknya Kontrak Psikologis
Karyawan yang masuk suatu perusahaan dengan keinginan, hasrat, skill dan keinginan lainnya, mengharap dapat menemukan lingkungan kerja yang membuat mereka dapat menggunakan kemampuan dan kepuasan akan kebutuhan dasarnya (basic need), disamping untuk aktualisasi dirinya. Karyawan yang merasa bahwa perusahaan memenuhi harapan – harapannya sesuai dengan apa yang telah diberikan terhadap perusahaan berarti kontrak psikologinya terpenuhi. Perusahaan yang mampu menyediakan kesempatan berkembang dan beraktualisasi diri sesuai harapan karyawan, akan membuat komitmen karyawan meningkat, dengan meningkatnya komitmen karyawan maka karyawan akan lebih loyal dan motivasi untuk berprestasi juga akan tinggi.
Kontrak psikologis dipahami dari sudut pandang karyawan bukan dari sudut pandang perusahaan. Karyawan yang merasa bahwa perusahaan memenuhi harapan dan keinginannya sesuai dengan apa yang telah diberikan terhadap perusahaan berarti kontrak psikologinya terpenuhi. Kontrak psikologi terpenuhi, jika perusahaan mampu menyediakan kesempatan untuk pengembangan karir melalui proses manajemen karir berupa pemberian pelatihan dan pengembangan, pengalokasian, penilaian dan evaluasi, promosi, kejelasan karir dan keamanan kerja, yang akan mengembangkan kompetensi dan keterampilan yang dimiliki karyawan, serta produktivitas perusahaan meningkat.
Kontrak psikologis menggambarkan hubungan karyawan dengan perusahaan baik pertukaran yang sifatnya transaksional atau pertukaran ekonomi sampai yang sifatnya relasional atau pertukaran sosial yang melibatkan aspek sosio – emosional, dan makna karir juga melibatkan pertukaran yang bersifat transaksional dan relasional (Baruch, 2004). Pada kontrak psikologis atau pertukaran yang bersifat relasional karyawan diberi kesempatan untuk mengembangkan karirnya (Cooper & Robertson, 2000). Semakin karyawan diberikan kesempatan dan kejelasan mengenai pengembangan karir untuk peningkatan dirinya maka akan semakin tinggi dan semakin terpenuhi kontrak psikologis.
Herriot & Pemberton ( dalam Baruch, 2004 ) menempatkan suatu model yang intinya mempunyai konsep tradisional atau makna transaksi kontrak psikologi lama yang sesuai dan dibutuhkan individu dan organisasi, diinginkan dan ditentukan. Kedinamisan model ini, berkaitan dengan sistem pendekatan, yang kejadiannya berputar. Model ini berpandangan bahwa karir organisasi secara terus – menerus, merupakan rangkaian dari negosiasi kontrak psikologis. Kontrak merupakan tanda antara karyawan dan organisasi, hal ini memberikan petunjuk untuk menanyakan apakah kontrak psikologis dapat bertahan dengan kondisi tanpa seseorang, dalam prakteknya kontrak adalah persetujuan orang–orang dengan wakil organisasi ( Manajer, departemen sumber daya manusia ). Kontrak psikologis yang tinggi akan membentuk suatu komitmen sehingga akan menghasilkan motivasi berprestasi yang tinggi pula.
3. Faktor – faktor kontrak psikologis
Kontrak psikologi berkembang sesuai lingkungan yang dinamis. Perkembangan kontrak psikologi merupakan hasil dari interaksi antara individu dengan organisasinya. Individu dibentuk oleh situasi dan situasi juga membentuk situasi. Sehingga kontrak psikologis adalah unik untuk individu. Rousseau (1995) mengemukakan beberapa faktor dalam kontrak psikologi dari proses interaksionalnya sebagai berikut:
a. Transactional : menunjukkan kerjasama yang terbatas durasinya dengan kinerja yang ditentukan secara karakteristik sehingga mudah untuk terjadinya pergantian kontrak, hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat komitmen organisasi dan lemahnya integrasi dalam organisasi sehingga menyebabkan seringnya terjadi perpindahan karyawan.
Faktor transactional ini meliputi sub faktor:
1) Rendahnya integrasi atau identifikasi.
2) Sikap membatasi kontribusi terhadap organisasi.
3) Rendahnya komitmen.
4) Membatasi kefleksibelan atau ruang gerak.
b. Relational : kerjasama lebih bersifat terbuka dengan kinerja ditentukan secara bebas, komitmen yang tinggi dan integrasi anggota organisasinya kuat. Faktor relational ini meliputi sub faktor:
1) Menjalin hubungan dengan lebih terbuka, terjalinnya kebersamaan.
2) Menimbulkan loyalitas yang tinggi.
3) Menyangkut emosi yang menimbulkan motivasi berprestasi.
4) Terciptanya keamanan kerja.
c. Hybrid atau keseimbangan, mengutamakan untuk menyatukan peraturan relational dan transactional. Faktor Hybrid atau keseimbangan ini meliputi sub faktor:
1) Kesempatan untuk pengembangan karir.
2) Persyaratan kinerja yang dinamis.
Penelitian yang disebarluaskan oleh Milward dan Brewerton (1998), membangun kerja yang dijalankan oleh Milward & Hopkins (1998) dalam mengembangkan dan memvalidasi skala kontrak psikologi, mereka mengemukakan sub faktor dari faktor kontrak psikologis sebagai berikut:
a. Transactional :
1) Orientasi transactional; fokus dalam mencari keuntungan, keuangan dan
memenuhi satu kontrak dan persyaratan kerja.
2) Jangka panjang, dimasa yang akan datang, tidak mempertimbangkan
organisasi sebagai yang mempekerjakan dalam waktu jangka panjang.
3) Kekurangan yang berlebihan; kekurangan yang melibatkan kerja, tidak
mempunyai kemauan untuk lebih menentukan syarat kerja.
b. Relational
1) Dorongan emosional; perasaan sebagai anggota organisasi, identifikasi
dengan tujuan organisasi.
2) Pengembangan profesionalitas; kesempatan dan harapan untuk pelatihan,
promosi dan menumbuhkan profesionalitas.
3) Kelayakan; persepsi dan penghargaan dari karyawan sebagai masukan untuk
karyawan.
Penelitian ini menggunakan faktor – faktor yang dikemukakan Rousseau (1995), yaitu; transactional, relational, dan hybrid atau keseimbangan, karena faktor – faktor ini lebih sesuai untuk dijadikan acuan untuk mengukur tinggi atau rendahnya kontrak psikologis dalam perusahaan yang akan diteliti.
a. Transactional :
1) Orientasi transactional; fokus dalam mencari keuntungan, keuangan dan
memenuhi satu kontrak dan persyaratan kerja.
2) Jangka panjang, dimasa yang akan datang, tidak mempertimbangkan
organisasi sebagai yang mempekerjakan dalam waktu jangka panjang.
3) Kekurangan yang berlebihan; kekurangan yang melibatkan kerja, tidak
mempunyai kemauan untuk lebih menentukan syarat kerja.
b. Relational
1) Dorongan emosional; perasaan sebagai anggota organisasi, identifikasi
dengan tujuan organisasi.
2) Pengembangan profesionalitas; kesempatan dan harapan untuk pelatihan,
promosi dan menumbuhkan profesionalitas.
3) Kelayakan; persepsi dan penghargaan dari karyawan sebagai masukan untuk
karyawan.
Penelitian ini menggunakan faktor – faktor yang dikemukakan Rousseau (1995), yaitu; transactional, relational, dan hybrid atau keseimbangan, karena faktor – faktor ini lebih sesuai untuk dijadikan acuan untuk mengukur tinggi atau rendahnya kontrak psikologis dalam perusahaan yang akan diteliti.
4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kontrak Psikologis
Kontrak psikologis terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa faktor,
Rousseau (1995), mengemukakan faktor – faktor yang mempengaruhi
kontrak psikologis sebagai berikut:
a. Pengupahan.
b. Relativitas keamanan kerja.
c. Kesempatan yang baik untuk promosi.
d. Persaingan versus perlakuan jujur.
e. Pengembangan karir.
f. Motivasi berprestasi.
g. Komunikasi yang terbuka.
h. Lingkungan kerja.
Arnold (1996) dalam penelitiannya mengemukakan faktor – faktor yang
mempengaruhi kontrak psikologis sebagai berikut:
a. Keamanan setiap saat.
b. Gaji adil sesuai kinerja yang baik.
c. Struktur, skenario dapat diramalkan.
d. Karir dimanajemeni oleh organisasi.
e. Waktu dan penghargaan diusahakan.
f. Pendapatan dihubungkan dengan pengalaman atau status.
g. Menawarkan prospek karir dan mendukung hasil yang maksimal atau
prestasi yang tinggi.
h. Saling mempercayai.
Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat diketahui bahwa pengembangan karir dan motivasi berprestasi termasuk dalam faktor yang mempengaruhi kontrak psikologis.
C. Pengembangan Karir
1. Pengertian Karir
Karir merupakan suatu hal yang penting bagi individu, dengan karir individu akan mendapatkan identitas dan status, selain itu karir juga merupakan suatu cara bagi individu untuk dapat memenuhi kebutuhan dan apa yang diinginkannya dalam hidup, beberapa ahli mendefinisikan karir dari sudut pandang mereka masing – masing, namun pada intinya pendapat mereka tersebut bermanfaat bagi kemajuan individu dan juga perusahaan. Menurut Tosi, dkk (1990) Karir merupakan suatu hal yang penting, karena karir lebih dari sebuah pekerjaan atau berbentuk rangkaian pekerjaan yang dipegang seseorang selama hidupnya . Arnold (1997) berpendapat karir merupakan rangkaian pekerjaan yang berhubungan dengan posisi, peran, aktivitas, dan pengalaman yang dijumpai oleh seseorang, sedangkan Bernard & Russel (1998) mendefinisikan karir sebagai aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang, tingkah laku, sikap yang diasosiasikan, nilai, dan aspirasi yang terungkap sepanjang hidupnya.
Dari beberapa pendapat diatas, pendapat Bernard & Russel (1998) lebih sesuai untuk dijadikan referensi atau acuan pada penelitian ini, karena penelitian ini akan meneliti aktivitas karyawan, sikap dan tingkah laku yang diasosiasikannya pada pekerjaan yang dipegang selama hidupnya.
2. Kehidupan dan tahapan – tahapan karir
Kehidupan dan karir seseorang mempunyai tahapan – tahapan, dimana seseorang yang berkarir akan melewati tahapan – tahapan tersebut, beberapa ahli berupaya menggambarkan tahapan – tahapan tersebut sesuai dengan hasil pengamatan mereka masing – masing.
Scott & Foresman menggambarkan (dalam Bernard & Russel, 1998) kehidupan dan karir mempunyai tahapan – tahapan sebagai berikut:
a. Usia 15 – 22 ( masa remaja, masa penjelajahan atau pra karir ); peran keluarga atau tugas karir yaitu sebagai dewasa single, penemuan karir melalui pendidikan dan persoalan psikologis berupa pengembangan identitas diri, keseimbangan antara kebebasan dengan dorongan emosi, serta menemukan yang dibutuhkan dan ketertarikan dikembangkan lebih realistis pada penilaian diri dan kemampuan.
b. Usia 22 – 30 ( masa transisi dewasa awal, permulaan karir atau coba – coba); peran keluarga atau tugas karir yaitu sebagai dewasa yang menikah, memperoleh pekerjaan pertama dan persoalan psikologis berupa keseimbangan yang dibutuhkan dengan hubungan yang akrab serta pengembangan kepercayaan diri dalam bekerja dengan orang lain.
c. Usia 30 – 38 ( masa dewasa, permulaan karir atau mendirikan ); peran keluarga atau tugas karir sebagai orang tua yang mempunyai anak yang masih kecil, memilih daerah yang berkompetensi menjadi kontributor dan persoalan psikologis berupa menyesuaikan sebagai orang tua muda dengan membentuk hubungan yang lebih akrab serta menentukan tingkat yang lebih professional dan komitmen organisasi bertransaksi dengan kegagalan proyek pertama.
d. Usia 38 – 45 ( masa transisi pertengahan kehidupan, pertengahan karir atau transisi); peran keluarga atau tugas karir sebagai orang tua dengan anak yang masih remaja, menetapkan kemampuan karir untuk persiapan sebagai penasehat dan persoalan psikologis berupa menetapkan nilai yang bertransaksi dengan perasaan yang bertentangan dengan anak – anak serta menetapkan kemajuan dengan ambisi yang memberikan ketetapan dalam kehidupan atau konflik perseorangan.
e. Usia 45 – 55 (masa pertengahan dewasa, pertengahan karir atau pertumbuhan); peran keluarga atau tugas karir sebagai orang tua dengan anak – anak yang mulai tumbuh, kesiapan memberi nasehat dan persoalan psikologis berupa membangun secara dalam hubungan pernikahan yang bertransaksi dengan perasaan kelegaan serta bertransaksi dengan anak yang masih muda supaya mengikuti apa yang sedang berkembang dengan menggunakan dasar pengalaman.
f. Usia 55 – 62 ( masa transisi kehidupan dihari tua, karir mulai melambat ); peran keluarga atau tugas karir sebagai kakek atau nenek dari cucu yang masih kecil, membuat strategi keputusan organisasi yang memusatkan perhatian untuk melebarkan peran organisasi persoalan psikologis berupa mengembangkan hobi baru dan aktivitas yang membantu keuangan anak – anak dan emosi mereka dengan keluarga mereka serta memusatkan perhatian untuk kesejahteraan perusahaan yang memegang politik atau keputusan tanpa memperoleh gangguan.
g. Usia 62 – 70 ( masa tua, karir dihari tua, penarikan ); peran keluarga atau tugas karir sebagai kakek atau nenek cucu yang remaja, berkembang menjadi pemimpin yang kekuatannya mulai berkurang, persoalan psikologis berupa bertransaksi dengan tambahan peringatan akan kematian yang akan datang dan sudah menjadi pilihan dalam hidup serta mendapatkan sumber baru yang berupa kepuasan diluar pekerjaan, mempertahankan harga diri tanpa pekerjaan.
Tahap – tahap karir menurut Nankervis, dkk (1996):
a. Tahap 1 : usia 0 – 18; Persiapan untuk bekerja
Tugas utama : mengembangkan gambaran pekerjaan untuk diri sendiri, menaksir alternatif pekerjaan, mengembangkan inisiatif untuk memilih pekerjaan, mengejar kebutuhan pendidikan.
b. Tahap 2 : usia 18 – 25; Masuk kedalam organisasi
Tugas utama : memperoleh tawaran pekerjaan dari suatu organisasi, menyeleksi pekerjaan yang cocok berdasarkan informasi yang akurat
c. Tahap 3 : usia 25 – 40; Memulai karir
Tugas utama : mempelajari pekerjaan, mempelajri struktur dan norma organisasi, pemilihan pekerjaan dan organisasi yang cocok, menambah kompetensi, mengejar tujuan.
Kontrak psikologis terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa faktor,
Rousseau (1995), mengemukakan faktor – faktor yang mempengaruhi
kontrak psikologis sebagai berikut:
a. Pengupahan.
b. Relativitas keamanan kerja.
c. Kesempatan yang baik untuk promosi.
d. Persaingan versus perlakuan jujur.
e. Pengembangan karir.
f. Motivasi berprestasi.
g. Komunikasi yang terbuka.
h. Lingkungan kerja.
Arnold (1996) dalam penelitiannya mengemukakan faktor – faktor yang
mempengaruhi kontrak psikologis sebagai berikut:
a. Keamanan setiap saat.
b. Gaji adil sesuai kinerja yang baik.
c. Struktur, skenario dapat diramalkan.
d. Karir dimanajemeni oleh organisasi.
e. Waktu dan penghargaan diusahakan.
f. Pendapatan dihubungkan dengan pengalaman atau status.
g. Menawarkan prospek karir dan mendukung hasil yang maksimal atau
prestasi yang tinggi.
h. Saling mempercayai.
Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat diketahui bahwa pengembangan karir dan motivasi berprestasi termasuk dalam faktor yang mempengaruhi kontrak psikologis.
C. Pengembangan Karir
1. Pengertian Karir
Karir merupakan suatu hal yang penting bagi individu, dengan karir individu akan mendapatkan identitas dan status, selain itu karir juga merupakan suatu cara bagi individu untuk dapat memenuhi kebutuhan dan apa yang diinginkannya dalam hidup, beberapa ahli mendefinisikan karir dari sudut pandang mereka masing – masing, namun pada intinya pendapat mereka tersebut bermanfaat bagi kemajuan individu dan juga perusahaan. Menurut Tosi, dkk (1990) Karir merupakan suatu hal yang penting, karena karir lebih dari sebuah pekerjaan atau berbentuk rangkaian pekerjaan yang dipegang seseorang selama hidupnya . Arnold (1997) berpendapat karir merupakan rangkaian pekerjaan yang berhubungan dengan posisi, peran, aktivitas, dan pengalaman yang dijumpai oleh seseorang, sedangkan Bernard & Russel (1998) mendefinisikan karir sebagai aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang, tingkah laku, sikap yang diasosiasikan, nilai, dan aspirasi yang terungkap sepanjang hidupnya.
Dari beberapa pendapat diatas, pendapat Bernard & Russel (1998) lebih sesuai untuk dijadikan referensi atau acuan pada penelitian ini, karena penelitian ini akan meneliti aktivitas karyawan, sikap dan tingkah laku yang diasosiasikannya pada pekerjaan yang dipegang selama hidupnya.
2. Kehidupan dan tahapan – tahapan karir
Kehidupan dan karir seseorang mempunyai tahapan – tahapan, dimana seseorang yang berkarir akan melewati tahapan – tahapan tersebut, beberapa ahli berupaya menggambarkan tahapan – tahapan tersebut sesuai dengan hasil pengamatan mereka masing – masing.
Scott & Foresman menggambarkan (dalam Bernard & Russel, 1998) kehidupan dan karir mempunyai tahapan – tahapan sebagai berikut:
a. Usia 15 – 22 ( masa remaja, masa penjelajahan atau pra karir ); peran keluarga atau tugas karir yaitu sebagai dewasa single, penemuan karir melalui pendidikan dan persoalan psikologis berupa pengembangan identitas diri, keseimbangan antara kebebasan dengan dorongan emosi, serta menemukan yang dibutuhkan dan ketertarikan dikembangkan lebih realistis pada penilaian diri dan kemampuan.
b. Usia 22 – 30 ( masa transisi dewasa awal, permulaan karir atau coba – coba); peran keluarga atau tugas karir yaitu sebagai dewasa yang menikah, memperoleh pekerjaan pertama dan persoalan psikologis berupa keseimbangan yang dibutuhkan dengan hubungan yang akrab serta pengembangan kepercayaan diri dalam bekerja dengan orang lain.
c. Usia 30 – 38 ( masa dewasa, permulaan karir atau mendirikan ); peran keluarga atau tugas karir sebagai orang tua yang mempunyai anak yang masih kecil, memilih daerah yang berkompetensi menjadi kontributor dan persoalan psikologis berupa menyesuaikan sebagai orang tua muda dengan membentuk hubungan yang lebih akrab serta menentukan tingkat yang lebih professional dan komitmen organisasi bertransaksi dengan kegagalan proyek pertama.
d. Usia 38 – 45 ( masa transisi pertengahan kehidupan, pertengahan karir atau transisi); peran keluarga atau tugas karir sebagai orang tua dengan anak yang masih remaja, menetapkan kemampuan karir untuk persiapan sebagai penasehat dan persoalan psikologis berupa menetapkan nilai yang bertransaksi dengan perasaan yang bertentangan dengan anak – anak serta menetapkan kemajuan dengan ambisi yang memberikan ketetapan dalam kehidupan atau konflik perseorangan.
e. Usia 45 – 55 (masa pertengahan dewasa, pertengahan karir atau pertumbuhan); peran keluarga atau tugas karir sebagai orang tua dengan anak – anak yang mulai tumbuh, kesiapan memberi nasehat dan persoalan psikologis berupa membangun secara dalam hubungan pernikahan yang bertransaksi dengan perasaan kelegaan serta bertransaksi dengan anak yang masih muda supaya mengikuti apa yang sedang berkembang dengan menggunakan dasar pengalaman.
f. Usia 55 – 62 ( masa transisi kehidupan dihari tua, karir mulai melambat ); peran keluarga atau tugas karir sebagai kakek atau nenek dari cucu yang masih kecil, membuat strategi keputusan organisasi yang memusatkan perhatian untuk melebarkan peran organisasi persoalan psikologis berupa mengembangkan hobi baru dan aktivitas yang membantu keuangan anak – anak dan emosi mereka dengan keluarga mereka serta memusatkan perhatian untuk kesejahteraan perusahaan yang memegang politik atau keputusan tanpa memperoleh gangguan.
g. Usia 62 – 70 ( masa tua, karir dihari tua, penarikan ); peran keluarga atau tugas karir sebagai kakek atau nenek cucu yang remaja, berkembang menjadi pemimpin yang kekuatannya mulai berkurang, persoalan psikologis berupa bertransaksi dengan tambahan peringatan akan kematian yang akan datang dan sudah menjadi pilihan dalam hidup serta mendapatkan sumber baru yang berupa kepuasan diluar pekerjaan, mempertahankan harga diri tanpa pekerjaan.
Tahap – tahap karir menurut Nankervis, dkk (1996):
a. Tahap 1 : usia 0 – 18; Persiapan untuk bekerja
Tugas utama : mengembangkan gambaran pekerjaan untuk diri sendiri, menaksir alternatif pekerjaan, mengembangkan inisiatif untuk memilih pekerjaan, mengejar kebutuhan pendidikan.
b. Tahap 2 : usia 18 – 25; Masuk kedalam organisasi
Tugas utama : memperoleh tawaran pekerjaan dari suatu organisasi, menyeleksi pekerjaan yang cocok berdasarkan informasi yang akurat
c. Tahap 3 : usia 25 – 40; Memulai karir
Tugas utama : mempelajari pekerjaan, mempelajri struktur dan norma organisasi, pemilihan pekerjaan dan organisasi yang cocok, menambah kompetensi, mengejar tujuan.
d. Tahap 4 : usia 40 – 55; Pertengahan karir
Tugas utama : mulai menilai karir dan memulai masa dewasa, menetapkan atau memodifikasi tujuan, membuat pilihan yang cocok pada pertengahan usia, tinggal produktif pada pekerjan.
e. Tahap 5 : usia 55 – sampai mengundurkan diri atau pensiun
Tugas utama : tinggal produktif dipekerjaan, mempertahankan harga diri, persiapan untuk mengefektifkan pengunduran diri atau pensiun.
Greenhaus (1987) menggambarkan tahapan – tahapan karir sepanjang
kehidupan sebagai berikut :
a. Usia 0 –18 : masuk sebagai tenaga kerja di dunia
b. Usia 18 –25 : masuk sebagai tenaga kerja suatu organisasi di dunia
c. Usia 25 – 40 : mendirikan dan berprestasi
d. Usia 40 – 55 : pada puncak karir
e. Usia 55 – sampai mengundurkan diri atau pensiun : Karir mulai melambat.
Penelitian ini mengacu pada pendapat Bernard & Russel (1998), dimana karir mulai didirikan pada usia 30 dan karir mulai melambat pada usia 55, pendapat Bernard & Russel ini dijadikan acuan karena usia 30 dianggap seseorang sudah mulai aktif berkarir dan memikirkan perkembangan karirnya kedepan dan batasan terakhir seseorang mengalami titik puncak sehingga mulai memikirkan kehidupan hari tuanya pada usia 55 sehingga karir mulai melambat, tidak ambisius untuk mengejar karir lagi.
Tugas utama : mulai menilai karir dan memulai masa dewasa, menetapkan atau memodifikasi tujuan, membuat pilihan yang cocok pada pertengahan usia, tinggal produktif pada pekerjan.
e. Tahap 5 : usia 55 – sampai mengundurkan diri atau pensiun
Tugas utama : tinggal produktif dipekerjaan, mempertahankan harga diri, persiapan untuk mengefektifkan pengunduran diri atau pensiun.
Greenhaus (1987) menggambarkan tahapan – tahapan karir sepanjang
kehidupan sebagai berikut :
a. Usia 0 –18 : masuk sebagai tenaga kerja di dunia
b. Usia 18 –25 : masuk sebagai tenaga kerja suatu organisasi di dunia
c. Usia 25 – 40 : mendirikan dan berprestasi
d. Usia 40 – 55 : pada puncak karir
e. Usia 55 – sampai mengundurkan diri atau pensiun : Karir mulai melambat.
Penelitian ini mengacu pada pendapat Bernard & Russel (1998), dimana karir mulai didirikan pada usia 30 dan karir mulai melambat pada usia 55, pendapat Bernard & Russel ini dijadikan acuan karena usia 30 dianggap seseorang sudah mulai aktif berkarir dan memikirkan perkembangan karirnya kedepan dan batasan terakhir seseorang mengalami titik puncak sehingga mulai memikirkan kehidupan hari tuanya pada usia 55 sehingga karir mulai melambat, tidak ambisius untuk mengejar karir lagi.
3. Pengertian Pengembangan Karir
Pengembangan karir pada dasarnya merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus – menerus, terbuka dan dikembangkan oleh organisasi agar karyawan dapat terus belajar melalui serangkaian karir maupun pekerjaan yang pernah atau akan dipegangnya. Pengembangan karir bermanfaat bagi peningkatan kinerja karyawan dan perusahaan, karena itu para ahli pun mempunyai pendapat yang beragam tentang pengembangan karir ini, walaupun pendapat mereka berbeda – beda, namun dapat menjadikan acuan bagi karyawan untuk kemajuan karirnya dimasa yang akan datang.
Menurut Jaffe & Scott ( dalam kummerouw, 1991 ) pengembangan karir adalah sekumpulan tujuan-tujuan pribadi dan gerakan strategis yang mengarah pada pencapaian prestasi yang tinggi dan kemajuan pribadi sepanjang jalur karir.
Bernard & Russel (1998) mengemukakan pengembangan karir adalah pengeluaran dari interaksi perencanaan karir individu dan manajemen karir oleh suatu institusi.
Defillippi & Arthur (1998) menggambarkan suatu sektor yang mana pengembangan karir tidak berasosiasi dengan organisasi, tetapi meliputi pergerakan dari satu proyek ke proyek yang lainnya, misalnya lingkungan yang tidak membatasi perkara yang mereka pertunjukan, terdapat pada industri film dan sektor tipe ini lebih berhubungan dengan karyawan dan kemajuan karyawan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Pervin & John (1999) menurut mereka pengembangan karir berfokus pada perubahan radikal, dari individu ke organisasi. Perubahan ini berorientasi pada manajemen karir, secara general mengikuti trend yang modern yang menitikberatkan pada individu daripada kolektif, yang terkenal pada masyarakat barat.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, penelitian ini lebih mengacu pada pendapat Bernard & Russel (1998), yaitu pengembangan karir merupakan pengeluaran atau hasil dari interaksi perencanaan karir individu dan manajemen karir, karena pengembangan karir akan terlaksana apabila adanya perencanaan dari individu dan perusahaan yang memanajemeni karirnya.
Pengembangan karir pada dasarnya merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus – menerus, terbuka dan dikembangkan oleh organisasi agar karyawan dapat terus belajar melalui serangkaian karir maupun pekerjaan yang pernah atau akan dipegangnya. Pengembangan karir bermanfaat bagi peningkatan kinerja karyawan dan perusahaan, karena itu para ahli pun mempunyai pendapat yang beragam tentang pengembangan karir ini, walaupun pendapat mereka berbeda – beda, namun dapat menjadikan acuan bagi karyawan untuk kemajuan karirnya dimasa yang akan datang.
Menurut Jaffe & Scott ( dalam kummerouw, 1991 ) pengembangan karir adalah sekumpulan tujuan-tujuan pribadi dan gerakan strategis yang mengarah pada pencapaian prestasi yang tinggi dan kemajuan pribadi sepanjang jalur karir.
Bernard & Russel (1998) mengemukakan pengembangan karir adalah pengeluaran dari interaksi perencanaan karir individu dan manajemen karir oleh suatu institusi.
Defillippi & Arthur (1998) menggambarkan suatu sektor yang mana pengembangan karir tidak berasosiasi dengan organisasi, tetapi meliputi pergerakan dari satu proyek ke proyek yang lainnya, misalnya lingkungan yang tidak membatasi perkara yang mereka pertunjukan, terdapat pada industri film dan sektor tipe ini lebih berhubungan dengan karyawan dan kemajuan karyawan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Pervin & John (1999) menurut mereka pengembangan karir berfokus pada perubahan radikal, dari individu ke organisasi. Perubahan ini berorientasi pada manajemen karir, secara general mengikuti trend yang modern yang menitikberatkan pada individu daripada kolektif, yang terkenal pada masyarakat barat.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, penelitian ini lebih mengacu pada pendapat Bernard & Russel (1998), yaitu pengembangan karir merupakan pengeluaran atau hasil dari interaksi perencanaan karir individu dan manajemen karir, karena pengembangan karir akan terlaksana apabila adanya perencanaan dari individu dan perusahaan yang memanajemeni karirnya.
4. Faktor-faktor Pengembangan Karir :
Bernard & Russel (1998) dalam penelitiannya mengemukakan faktor-faktor dari pengembangan karir sebagai berikut :
a. Konseling individu: konseling ini dimaksudkan untuk membantu individu mendiskusikan tentang karir mereka dalam hal minat, tujuan, aktivitas kerja dan kinerja mereka.
b. Memberikan pelayanan informasi: sistem komunikasi internal sering digunakan oleh organisasi untuk mengingatkan karyawan supaya siap bekerja pada semua bidang tingkat kerja, dibawah maupun diatas. Pelayanan informasi ini meliputi; memberitahukan sistem kerja, tangga karir atau jalur karir.
c. Program untuk karyawan baru atau pemula: program ini dilakukan organisasi supaya karyawan lebih familiar dengan kebijakan dan prosedur organisasi. Program ini meliputi; program mengantisipasi proses sosialisasi, rekruitmen lebih realistis,dan program orientasi karyawan.
d. Program penilaian organisasi: program ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi karyawan dalam menumbuhkan dan mengembangkan organisasi. Program ini meliputi; tes psikologi, meramalkan promosi.
e. Program pengembangan : program ini konsisten dengan penilaian keterampilan dan program pelatihan yang digunakan organisasi untuk mengembangakan karyawan dalam posisi yang akan ia tempati dimasa yang akan datang. Program ini meliputi; program perputaran, dan pelatihan.
Delery & Doty (1996) dalam penelitiannya mengemukakan faktor – faktor pengembangan karir sebagai berikut :
a. Kejelasan karir dan pengembangan.
b. Sistem promosi dan balas jasa.
c. Keamanan kerja.
Penelitian ini lebih mengacu pada faktor – faktor yang dikemukakan oleh Bernard dan Russel (1995) yaitu; konseling individu, memberikan pelayanan informasi, program untuk karyawan baru atau pemula, program penilaian organisasi, program pengembangan, karena lebih sesuai untuk mengukur tinggi atau rendahnya tingkat pengembangan karir dalam perusahaan.
Bernard & Russel (1998) dalam penelitiannya mengemukakan faktor-faktor dari pengembangan karir sebagai berikut :
a. Konseling individu: konseling ini dimaksudkan untuk membantu individu mendiskusikan tentang karir mereka dalam hal minat, tujuan, aktivitas kerja dan kinerja mereka.
b. Memberikan pelayanan informasi: sistem komunikasi internal sering digunakan oleh organisasi untuk mengingatkan karyawan supaya siap bekerja pada semua bidang tingkat kerja, dibawah maupun diatas. Pelayanan informasi ini meliputi; memberitahukan sistem kerja, tangga karir atau jalur karir.
c. Program untuk karyawan baru atau pemula: program ini dilakukan organisasi supaya karyawan lebih familiar dengan kebijakan dan prosedur organisasi. Program ini meliputi; program mengantisipasi proses sosialisasi, rekruitmen lebih realistis,dan program orientasi karyawan.
d. Program penilaian organisasi: program ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi karyawan dalam menumbuhkan dan mengembangkan organisasi. Program ini meliputi; tes psikologi, meramalkan promosi.
e. Program pengembangan : program ini konsisten dengan penilaian keterampilan dan program pelatihan yang digunakan organisasi untuk mengembangakan karyawan dalam posisi yang akan ia tempati dimasa yang akan datang. Program ini meliputi; program perputaran, dan pelatihan.
Delery & Doty (1996) dalam penelitiannya mengemukakan faktor – faktor pengembangan karir sebagai berikut :
a. Kejelasan karir dan pengembangan.
b. Sistem promosi dan balas jasa.
c. Keamanan kerja.
Penelitian ini lebih mengacu pada faktor – faktor yang dikemukakan oleh Bernard dan Russel (1995) yaitu; konseling individu, memberikan pelayanan informasi, program untuk karyawan baru atau pemula, program penilaian organisasi, program pengembangan, karena lebih sesuai untuk mengukur tinggi atau rendahnya tingkat pengembangan karir dalam perusahaan.
5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Karir
Pengembangan karir meliputi dua faktor yang mempengaruhinya yaitu bagaimana individu merencanakan dan mengimplementasikan tujuan karir mereka (perencanaan karir) dan bagaimana organisasi mendesain dan mengimplementasikan program pengembangan karir mereka (manajemen karir).
Perencanaan karir yaitu individu berusaha untuk jadi lebih memikirkan keterampilan, ketertarikan atau minat, nilai, kesempatan, pilhan dan konsekuensi. Ini meliputi identifikasi karir yang berhubungan dengan tujuan dan perencanaan yang didirikan untuk mencapai tujuan. Sub faktor dari perencanaan karir yaitu:
a. Pemilihan pekerjaan.
b. Pemilihan organisasi.
c. Pemilihan tugas kerja.
d. Mengembangkan karir diri.
Arus perhatian perencanaan karir yaitu:
a. Lebih memperhatikan kelangsungan karir diri.
b. Lebih mengutamakan pada pertengahan karir.
c. Lebih menanyakan dan menolak pergerakan karir (mencakup promosi).
d. Lebih jujur menilai diri.
e. Karir berada dipuncak merupakan suatu pilihan.
f. Keinginan untuk merencanakan karir bersama dengan perusahaan.
Pengembangan karir meliputi dua faktor yang mempengaruhinya yaitu bagaimana individu merencanakan dan mengimplementasikan tujuan karir mereka (perencanaan karir) dan bagaimana organisasi mendesain dan mengimplementasikan program pengembangan karir mereka (manajemen karir).
Perencanaan karir yaitu individu berusaha untuk jadi lebih memikirkan keterampilan, ketertarikan atau minat, nilai, kesempatan, pilhan dan konsekuensi. Ini meliputi identifikasi karir yang berhubungan dengan tujuan dan perencanaan yang didirikan untuk mencapai tujuan. Sub faktor dari perencanaan karir yaitu:
a. Pemilihan pekerjaan.
b. Pemilihan organisasi.
c. Pemilihan tugas kerja.
d. Mengembangkan karir diri.
Arus perhatian perencanaan karir yaitu:
a. Lebih memperhatikan kelangsungan karir diri.
b. Lebih mengutamakan pada pertengahan karir.
c. Lebih menanyakan dan menolak pergerakan karir (mencakup promosi).
d. Lebih jujur menilai diri.
e. Karir berada dipuncak merupakan suatu pilihan.
f. Keinginan untuk merencanakan karir bersama dengan perusahaan.
g. Membutuhkan informasi lebih dalam perusahaan untuk kesempatan
berkarir.
h. Keinginan untuk mendapatkan pertolongan dari perusahaan dalam
mengimplementasikan perencanaan karir.
Manajemen karir merupakan suatu faktor yang mempersiapkan, mengimplementasi, memonitor perencanaan karir yang direncanakan oleh individu sendiri atau yang memperhatikan sistem karir didalam organisasi (Bernard & Russel, 1998). Sub faktor dari manajemen karir yaitu:
a. Rekruitmen dan seleksi.
b. Alokasi sumber daya manusia.
c. Penilaian dan evaluasi.
d. Pelatihan dan pengembangan.
Arus perhatian manajemen karir yaitu:
a. Strategi perencanaan sumber daya manusia.
b. Kesuksesan perencanaan.
c. Penilaian dan pengembangan potensi manajemen.
d. Alternatif atau jalur karir nontradisional.
e. Kebijaksanaan cuti.
f. Legitimasi yang dikeluarkan, bergerak menurun.
g. Persoalan untuk karir yang dirangkap.
h. Mata rantai sistem manajemen karir dengan sistem perencanaan karir.
berkarir.
h. Keinginan untuk mendapatkan pertolongan dari perusahaan dalam
mengimplementasikan perencanaan karir.
Manajemen karir merupakan suatu faktor yang mempersiapkan, mengimplementasi, memonitor perencanaan karir yang direncanakan oleh individu sendiri atau yang memperhatikan sistem karir didalam organisasi (Bernard & Russel, 1998). Sub faktor dari manajemen karir yaitu:
a. Rekruitmen dan seleksi.
b. Alokasi sumber daya manusia.
c. Penilaian dan evaluasi.
d. Pelatihan dan pengembangan.
Arus perhatian manajemen karir yaitu:
a. Strategi perencanaan sumber daya manusia.
b. Kesuksesan perencanaan.
c. Penilaian dan pengembangan potensi manajemen.
d. Alternatif atau jalur karir nontradisional.
e. Kebijaksanaan cuti.
f. Legitimasi yang dikeluarkan, bergerak menurun.
g. Persoalan untuk karir yang dirangkap.
h. Mata rantai sistem manajemen karir dengan sistem perencanaan karir.
Berdasarkan pendapat Bernard & Russel (1998) diatas dapat diketahui bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi pengembangan karir yaitu perencanaan karir dan manjemen karir. Penelitian ini lebih menekankan pada manajemen karir, dimana pengembangan karir dimanajemeni oleh perusahaan atau organisasi.
6. Penanggung Jawab Pengembangan Karir Dalam Organisasi
Pengembangan karir meliputi proses perencanaan karir dan manajemen karir. Perencanaan karir dan manajemen karir mempunyai aktivitas, yang mana tanggung jawab dalam aktivitas perencanaan karir dan manajemen karir dipegang oleh karyawan, manajer, dan organisasi.
a. Perencanaan karir :
1) Tanggung jawab karyawan adalah:
a) Menilai kemampuan diri, ketertarikan dan nilai.
b) Menganalisis kebebasan untuk berkarir.
c) Menentukan pengembangan secara objektif dan dibutuhkan.
d) Memilih untuk mengembangkan komunikasi kepada manajer.
e) Menunjukkan sikap setuju atas perencanaan bersama dengan manajer.
f) Mencari persetujuan atas sikap yang direncanakan.
2) Tanggung jawab manajer adalah:
a) Bertindak sebagai katalisator; peka terhadap proses perencanaan
pengembangan karyawan.
Pengembangan karir meliputi proses perencanaan karir dan manajemen karir. Perencanaan karir dan manajemen karir mempunyai aktivitas, yang mana tanggung jawab dalam aktivitas perencanaan karir dan manajemen karir dipegang oleh karyawan, manajer, dan organisasi.
a. Perencanaan karir :
1) Tanggung jawab karyawan adalah:
a) Menilai kemampuan diri, ketertarikan dan nilai.
b) Menganalisis kebebasan untuk berkarir.
c) Menentukan pengembangan secara objektif dan dibutuhkan.
d) Memilih untuk mengembangkan komunikasi kepada manajer.
e) Menunjukkan sikap setuju atas perencanaan bersama dengan manajer.
f) Mencari persetujuan atas sikap yang direncanakan.
2) Tanggung jawab manajer adalah:
a) Bertindak sebagai katalisator; peka terhadap proses perencanaan
pengembangan karyawan.
b) Menilai kenyataan yang diungkapkan karyawan secara objektif dan
merasa yang dibutuhkan.
c) Sebagai penasehat karyawan dan mengembangkan secara bersama-
sama perencanaan yang disetujui.
d) Mengikuti dan memperbaharui perencanaan karyawan yang sesuai.
3) Tanggung jawab organisasi adalah:
a) Menyediakan model perencanaan karir, sumber penasehat dan
informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan karir individu.
b) Menyediakan pelatihan dalam perencanaan pengembangan karir
manajer dan karyawan dan penasehat manajer.
c) Menyediakan program pelatihan keterampilan dan kesempatan dalam
mengembangkan kerja.
a. Manajemen karir :
1) Tanggung jawab karyawan adalah:
Menyediakan informasi yang akurat kepada manajemen yang meliputi
keterampilan atau minat dan aspirasi karir.
2) Tanggung jawab manajer adalah:
a) Menyediakan informasi yang valid melalui karyawan
b) Menyediakan informasi tentang keterangan posisi kerja yang mana
manajer sebagai penanggung jawab.
c) Menggunakan semua informasi yang disediakan oleh proses
identifikasi semua kandidat kekosongan posisi dan membuat seleksi serta identifikasi peluang pengembangan karir (kerja terbuka, program pelatihan, rotasi ) untuk karyawan dan tempatnya bekerja.
3) Tanggung jawab organisasi adalah:
a) Menyediakan sistem informasi dan proses untuk mengakomodasi
manajemen dalam pengambilan keputusan yang dibutuhkan
b) Mengorganisisir dan mendata semua informasi
c) Menggunakan informasi secara efektif melalui pendesainan metode untuk dikumpulkan, dianalisis, diinterpretasikan dan menggunakan informasi untuk memonitor dan mengevaluasi sebagai proses pengefektifan.
merasa yang dibutuhkan.
c) Sebagai penasehat karyawan dan mengembangkan secara bersama-
sama perencanaan yang disetujui.
d) Mengikuti dan memperbaharui perencanaan karyawan yang sesuai.
3) Tanggung jawab organisasi adalah:
a) Menyediakan model perencanaan karir, sumber penasehat dan
informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan karir individu.
b) Menyediakan pelatihan dalam perencanaan pengembangan karir
manajer dan karyawan dan penasehat manajer.
c) Menyediakan program pelatihan keterampilan dan kesempatan dalam
mengembangkan kerja.
a. Manajemen karir :
1) Tanggung jawab karyawan adalah:
Menyediakan informasi yang akurat kepada manajemen yang meliputi
keterampilan atau minat dan aspirasi karir.
2) Tanggung jawab manajer adalah:
a) Menyediakan informasi yang valid melalui karyawan
b) Menyediakan informasi tentang keterangan posisi kerja yang mana
manajer sebagai penanggung jawab.
c) Menggunakan semua informasi yang disediakan oleh proses
identifikasi semua kandidat kekosongan posisi dan membuat seleksi serta identifikasi peluang pengembangan karir (kerja terbuka, program pelatihan, rotasi ) untuk karyawan dan tempatnya bekerja.
3) Tanggung jawab organisasi adalah:
a) Menyediakan sistem informasi dan proses untuk mengakomodasi
manajemen dalam pengambilan keputusan yang dibutuhkan
b) Mengorganisisir dan mendata semua informasi
c) Menggunakan informasi secara efektif melalui pendesainan metode untuk dikumpulkan, dianalisis, diinterpretasikan dan menggunakan informasi untuk memonitor dan mengevaluasi sebagai proses pengefektifan.
D. Hubungan Antara Kontrak Psikologis Dengan Pengembangan Karir
Kontrak psikologis sebagai kondisi keterlibatan psikologis karyawan dengan perusahaan Davis (1985). Apabila karyawan sudah berpandangan bahwa perusahaan akan memberikan pengembangan karir maka karyawan mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, sehingga mereka pun akan mempunyai persepsi bahwa hubungan timbal balik antara mereka dan perusahaan akan saling menguntungkan, hubungan timbal balik yang saling menguntungkan ini dalam arti kontrak psikologisnya terpenuhi, di dalam kontrak psikologis terdapat suatu kepercayaan dari karyawan terhadap perusahaan dan karyawan akan loyal serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perusahaan, sehingga tujuan yang direncanakanakan perusahaan akan tercapai dengan efektif.
Kontrak psikologis sebagai kondisi keterlibatan psikologis karyawan dengan perusahaan Davis (1985). Apabila karyawan sudah berpandangan bahwa perusahaan akan memberikan pengembangan karir maka karyawan mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, sehingga mereka pun akan mempunyai persepsi bahwa hubungan timbal balik antara mereka dan perusahaan akan saling menguntungkan, hubungan timbal balik yang saling menguntungkan ini dalam arti kontrak psikologisnya terpenuhi, di dalam kontrak psikologis terdapat suatu kepercayaan dari karyawan terhadap perusahaan dan karyawan akan loyal serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perusahaan, sehingga tujuan yang direncanakanakan perusahaan akan tercapai dengan efektif.
E. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Siregar, 2004).
Pada umumnya rumah sakit memiliki tugas untuk menyediakan keperluan untuk memelihara dan pemulihan kesehatan. Menurut KepMenKes RI No 983/MenKes/SK/XI/1992 tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melakasanakan rujukan (Siregar, 2004).
Rumah sakit berfungsi menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non-medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta administrasi umum dan keuangan (Siregar, 2004).
Menurut Siregar (2004) mengemukakan bahwa rumah sakit sering kali menghadapi masalah kekurangan tenaga. Kurangnya tenaga dapat membuat beban kerja bertambah. Satu masalah dalam manajemen sumber daya manusia adalah penanganan terhadap pegawai bermasalah. Pegawai bermasalah berupa:
1. The nit picker yaitu pegawai yang selalu mengemukakan kesalahan orang lain.
2. The mute yaitu pegawai yang selalu keras kepala
3. The know it all yaitu pegawai yang merasa tahu segalanya
4. The cross-examiner yaitu pegawai yang terlalu banyak bertanya
5. The complainer yaitu pegawai yang selalu mengeluh
6. The noncooperator yaitu pegawai yang tidak mau bekerja dengan baik
Suatu sistem klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan, pemilik dan kapasitas tempat tidur. Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut :
1. Kepemilikan
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas rumah sakit pemerintah. Rumah sakit pemerintah terdiri atas rumah sakit vertikal yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, rumah sakit pemerintah daerah, rumah sakit militer, dan rumah sakit BUMN. Rumah sakit lain berdasarkan kepemilikan ialah rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat atau sering disebut rumah sakit sukarela. Rumah sakit sukarela ini terdiri atas rumah sakit hak milik dan rumah sakit nirlaba. Rumah sakit hak milik adalah rumah sakit bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari laba (profit). Rumah sakit yang berafiliasi dengan organisasi keagaman pada umumnya beroperasi bukan untuk maksud membuat laba, tetapi adalah nirlaba. Rumah sakit nirlaba mencari laba sewajarnya saja, dan laba yang diperoleh rumah sakit ini digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan mutu pelayanan untuk kepentingan penderita.
a. Klasifikasi rumah sakit umum pemerintah
Rumah Sakit Umum Pusat dan Daerah diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit Umum kelas A, B, C, dan kelas D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan.
1) Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik luas.
2) Rumah Sakit Umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas.
3) Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumas sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
4) Rumah Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
b). Klasifikasi rumah sakit umum swasta
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 806b/Menkes/SK/XII/1987, tentang klasifikasi rumah sakit umum swasta yaitu :
1) Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokan rumah sakit berdasarkan pembedaan bertingkat dan kemampuan pelayanannya.
2) Rumah Sakit Umum Swasta adalah rumah sakit umum yang diselenggarakan oleh pihak swasta.
3) Klasifikasi rumah sakit umum swasta adalah Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam empat cabang, Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yang memberikan pelayanan medik dan bersifat umum, spesialistik dan sub spesialistik.
Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Siregar, 2004).
Pada umumnya rumah sakit memiliki tugas untuk menyediakan keperluan untuk memelihara dan pemulihan kesehatan. Menurut KepMenKes RI No 983/MenKes/SK/XI/1992 tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melakasanakan rujukan (Siregar, 2004).
Rumah sakit berfungsi menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non-medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta administrasi umum dan keuangan (Siregar, 2004).
Menurut Siregar (2004) mengemukakan bahwa rumah sakit sering kali menghadapi masalah kekurangan tenaga. Kurangnya tenaga dapat membuat beban kerja bertambah. Satu masalah dalam manajemen sumber daya manusia adalah penanganan terhadap pegawai bermasalah. Pegawai bermasalah berupa:
1. The nit picker yaitu pegawai yang selalu mengemukakan kesalahan orang lain.
2. The mute yaitu pegawai yang selalu keras kepala
3. The know it all yaitu pegawai yang merasa tahu segalanya
4. The cross-examiner yaitu pegawai yang terlalu banyak bertanya
5. The complainer yaitu pegawai yang selalu mengeluh
6. The noncooperator yaitu pegawai yang tidak mau bekerja dengan baik
Suatu sistem klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan, pemilik dan kapasitas tempat tidur. Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut :
1. Kepemilikan
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas rumah sakit pemerintah. Rumah sakit pemerintah terdiri atas rumah sakit vertikal yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, rumah sakit pemerintah daerah, rumah sakit militer, dan rumah sakit BUMN. Rumah sakit lain berdasarkan kepemilikan ialah rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat atau sering disebut rumah sakit sukarela. Rumah sakit sukarela ini terdiri atas rumah sakit hak milik dan rumah sakit nirlaba. Rumah sakit hak milik adalah rumah sakit bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari laba (profit). Rumah sakit yang berafiliasi dengan organisasi keagaman pada umumnya beroperasi bukan untuk maksud membuat laba, tetapi adalah nirlaba. Rumah sakit nirlaba mencari laba sewajarnya saja, dan laba yang diperoleh rumah sakit ini digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan mutu pelayanan untuk kepentingan penderita.
a. Klasifikasi rumah sakit umum pemerintah
Rumah Sakit Umum Pusat dan Daerah diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit Umum kelas A, B, C, dan kelas D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan.
1) Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik luas.
2) Rumah Sakit Umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas.
3) Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumas sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
4) Rumah Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
b). Klasifikasi rumah sakit umum swasta
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 806b/Menkes/SK/XII/1987, tentang klasifikasi rumah sakit umum swasta yaitu :
1) Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokan rumah sakit berdasarkan pembedaan bertingkat dan kemampuan pelayanannya.
2) Rumah Sakit Umum Swasta adalah rumah sakit umum yang diselenggarakan oleh pihak swasta.
3) Klasifikasi rumah sakit umum swasta adalah Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam empat cabang, Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yang memberikan pelayanan medik dan bersifat umum, spesialistik dan sub spesialistik.
F. Hipotesis
Hipotesis yang dijaukan dalam penelitian ini yaitu:
Ha: Pengembangan karir berpengaruh terhadap kontrak psikologis pegawai Dinas Kesehatan DIY.
Hipotesis yang dijaukan dalam penelitian ini yaitu:
Ha: Pengembangan karir berpengaruh terhadap kontrak psikologis pegawai Dinas Kesehatan DIY.
Komentar
Posting Komentar